Teori
Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan
teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini
dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran
menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan
pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan
oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada
stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner,
1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
siswa secara individual (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori
Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah
laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di
kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan
kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur
memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang
tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau
tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism
( S-R Bond) adalah
hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan eksperimen yang
terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya
bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek
yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara
Stimulus- Respons.
2) Law of Readiness; artinya
bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya
bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika
sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar
merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus
dapat diamati dan diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar
(stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu
bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama
adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu
gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan
tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang
diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant
Conditioningadalah
hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan
eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of operant conditining
yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction
yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
Kelemahan
Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri
c) Pebelajar berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar
harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan
Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan
yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti
kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
Teori belajar kognitif berasal dari
pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman yang kemudian beremigrasi ke
Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa
belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks
yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang
sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk
dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip
tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar
siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara
aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan
pada bagaimana informasi diproses.
Karakteristik :
Karakteristik :
a) Belajar adalah proses mental
bukan behavioral
b) Siswa aktif sebagai penyadur
c) Siswa belajar secara individu
dengan pola deduktif dan induktif
d) Instrinsik motivation, sehingga
tidak perlu stimulus
e) Siswa sebagai pelaku untuk
menuntun penemuan
f) Guru memfasilitasi terjadinya
proses insight.
Beberapa tokoh dalam aliran
kognitivisme
a) Teori Gestalt dari Wertheimer dkk
Menekankan pada kebermaknaan dan
pengertian sehingga tidak menimbulkan ambiguitas dalam proses pembelajaran.
b) Teori Schemata Piaget
Teori ini mengatakan bahwa
pengalaman kependidikan harus dibangun di sekitar struktur kognitif siswa.
Struktur kognitif ini bisa dilihat dari usia serta budaya yang dimilik oleh
siswa.
c) Teori Belajar Sosial Bandura
Bandura mempercayai bahwa model akan
mempunyai pengaruh yang
paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang
mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan,
sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.
paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang
mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan,
sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.
d) Pengolahan Informasi Norman
Norman melihat bahwa materi baru
akan dipelajari dengan menghubungkannya dengan sesuatu yang sudah diketahuinya,
yang dalam teorinya di sebut learning by analogy. Pengajaran yang efektif
memerlukan guru yang mengetahui struktur kognitif siswa.
Teori
Konstruktivisme
Menurut cara pandang teori konstruksivisme
belajar adalah proses untuk membanguin pengetahuan melalui pengalaman nyata
dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan
itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi
pembelajaran. Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan
untuk mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru. Evaluasi
menjadi saran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi
kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan paedagogi yang
mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap
manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi,
dan hal lain yang diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Menurut asalnya, teori
konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin
filsafat, khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini membahas
mengenai bagaimana proses terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini
pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas
yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari
disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan
mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum
konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan.
Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
- Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
- Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup.
- Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
- Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar
- Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa.
- Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
Bagi kaum konstruktivis, belajar
adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanis
untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks yang demikian, belajar yang bermakna
terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi
pembaharuan terhadap pengertian yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori konstruktivisme belajar
adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman
sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi,
alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara
pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis.
Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan
lingkungan sangat berpengaruh dalam proses konstruksi makna.Argumentasi para
konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah
banyak mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu
aliran ini dapat disebut juga neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi
kognitif, namun harus diakui bahwa stressing point teori ini bukan terletak
pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman,
asimilasi, dan internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi
pengetahuan yang dimaksudkan dalam pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan
realitas yang dilakukan setiap orang ketika berinteraksi dengan lingkungan.
Dalam konteks demikian, konstruksi atau pemaknaan terhadap realitas adalah
berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini, sebetulnya substansi
konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat manusia sebagai homo creator
yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.
IMPLIKASI
TEORI BELAJAR TERHADAP EVALUASI PENDIDIKAN
Teori
Behaviorisme
Implikasi teori ini dalam
pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori
ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja
yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons)
semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat).
Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan
ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap
dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang
sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive
reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini
membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative
reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah
sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui pengukuran, pengamatan. Sebab
seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami perubahan perilaku. Akan
tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur,
paling tidak dalam tempo seketika. Semua aspek materi juga tidak bisa diukur
dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir dari penggunaan
teori ini yaitu perubahan perilaku.
Teori
Kognitivisme
Implikasi teori kognitivisme dalam
kegiatan pembelajaran lebih memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau
proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain itu, peran siswa
sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat secara aktif dalam kegiatan
belajar. Teori ini juga memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal
kemajuan per- kembangan. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk
mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke
dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk
klasikal.
Teori ini juga mengutamakan peran
siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan
tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak
dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Bagi para penganut aliran
kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan kepada
siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery
dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung secara
benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang perlu sebagai
berikut:
- Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
- Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak.
- Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
- Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
- Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing penyajian secara logis.
Teori
Konstruktivisme
Teori konstruksivisme membawa
implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif atu kelompok. Proses
sosial masing-masing siswa harus bisa diwujudkan. C. Asri Budiningsih dalam
buku Pembelajaran Moral menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan
oleh peran social yang ada dalam diri siswa. Dalam situasi sosial akan terjadi
situasi saling berhubungan, terdapat tata hubungan, tata tingkah laku dan sikap
diantara sesame manusia. Konsekuensinya, siswa harus memiliki keterampilan
untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara cepat.
Bagi kaum konstruktivis, mengajar
bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan
suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa
dalam membangun pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis,
dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut
prinsip konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang
membantu agar proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai
fasilitator dan mediator tugas guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar
yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam merencanakan aktivitas belajar,
proses belajar serta hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian menjadi
jelas bahwa memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama guru.
Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk meng-ekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk meng-ekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
b. Menyediakan sarana belajar yang
merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru hendaknya menciptakan
rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik yang memungkinkan
siswa belajar memecahkan masalah
c. Memonitor, mengevaluasi dan
menunjukkan tingkat perkembangan berpikir siswa. Guru dapat menunjukkan dan
mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa untuk menghadapi persoalan baru
yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Ditulis Oleh Drs.Agustinus
Maniyeni, M.Pd – Dalam buku “Wawasan Pembelajaran” halaman 1-15)
Konstruktivisme memandang bahwa
pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas
kolaboratif dan refleksi dan interpretasi. Seseorang yang belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan
persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
Teori ini lebih menekankan pada diri
siswa dalam penyusun pengetahuan yang ingin diperoleh oleh siswa tersebut.
Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna
menggembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
- Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
- Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Konsep evaluasi pendidikan hampir sama dengan konsep pada teori kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang dimaksud disini merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa (penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri).
prinsip teori Aliran Kognitivisme itu saya ambil sebagai salahsatu jawaban tugas kuliah hari ini... Makasih sudah berbagi ini sangat bermanfaat... :D
BalasHapusSma2 gan...
BalasHapusGood Luck....
Thnka y infona. oy ini website saya http://progressive-edu.com/ . semoga kita bsa saling sharing n mngnjungi
BalasHapusini ada daftar pustakanya ga? diambil dari buku apa gitu pembagian teori belajarnya, heehe. makasih ya infonya :)
BalasHapus